Sosok Wanita Tua di Pura Geria Anyar Tanah Kilap

Di wilayah Banjar Gelogor Carik Desa Pakraman Pemogan Kecamatan Denpasar Selatan, terdapat Pura Geria Anyar Tanah Kilap, stana Ida Batara yang oleh masyarakat lebih dikenal dengan sebutan Ratu Niyang Sakti. Di sebelah utara pura ini juga berdiri Pura Geria dan tak jauh dari lokasi Pura Geria Anyar Tanah Kilap terdapat Pura Candi Narmada Tanah Kilap.
Disebut Tanah Kilap, karena di lokasi tersebut tanahnya dulu berwarna merah yang dikenal pula tanah ampo. Pura Geria Anyar Tanah Kilap berlokasi di tempat strategis-- pinggir jalan. Di sebelah utara tembok penyengker terdapat tempat pengayatan. Dari situlah, umat Hindu yang kebetulan lewat umumnya berhenti sejenak, menghaturkan canang atau sesajen, guna memohon keselamatan, kerahajengan kepada Ida Batara yang berstana di pura setempat.
Umumnya, canang tersebut dilengkapi dengan rarapan sebatang rokok dan permen. Umat yang kebetulan lewat di jalan depan pura dan ingin melakukan persembahyangan, cukup mengeluarkan beberapa ribu rupiah untuk membeli canang. Sebab, pedagang canang selalu ada di sana. Jika umat tidak berpakaian adat ke pura, selendang pun disediakan oleh pedagang canang yang bisa dipinjam.
Tak hanya di Pura Geria Anyar Tanah Kilap, umat juga menghaturkan canang di Pura Geria, di sebelah utara jalan. Piodalan di Pura Geria Anyar Tanah Kilap berlangsung setiap enam bulan sekali, tepatnya setiap Anggara Kasih Tambir yang pada bulan Februari 2011 ini jatuh pada Selasa (1/2) lusa.
Penglingsir Pura Geria Anyar Tanah Kilap Wayan Cepog Suradnya, B.A. di rumahnya di Banjar Gelogor Carik mengatakan pura ini didirikan sekitar tahun 1962, sekitar tiga bulan setelah pesamuan agung Parisada Hindu Bali di Campuan, Ubud.
Dalam wawancara tersebut, Cepog Suradnya juga sempat menyinggung bahwa Parisada Hindu Bali (sekarang PHDI) yang didirikan tahun 1959 itu (Ketua Umumnya Ida Pedanda Gde Wayahan Sidemen) pernah melakukan pesamuan di Campuan Ubud tahun 1962. Pesamuan agung itu menghasilkan dua keputusan di bidang dharma agama dan dharma negara. Salah satu keputusan bidang dharma agama antara lain; melakukan pembinaan umat Hindu, mendirikan lembaga pendidikan dan menata sarana- prasarana tempat suci atau pura.
Diceritakan, pada sekitar waktu itu Dinas PU Kabupaten Badung juga berencana membangun jembatan di sebelah barat lokasi pura untuk menghubungkan jalan-jalan yang ada. Dalam pengerjaannya, pembangunan jembatan tersebut selalu gagal. Ada saja hambatan yang dihadapi. Suatu ketika, ada fenomena gaib. Ida Batara mengejawantahkan diri sebagai sosok wanita tua (anak lingsir meraga istri) di hadapan Kabag Bendungan Dinas PU saat itu. Sosok anak lingsir meraga istri tersebut kemudian mabawos, intinya kurang lebih sebagai berikut; Jika tidak dibuatkan 'rumah', kapan pun jembatan tersebut tidak akan jadi. Sosok wanita tua ini kini sering muncul di sekitar pura.
Hal itu kemudian dibawa ke rapat pimpinan PU yang juga menghadiri unsur Parisada Hindu Bali, sehingga disepakati pembangunan pelinggih di timur lokasi jembatan. Pelinggih awal yang didirikan hanya berupa padmasari dan pemayasan, punia dari Dinas PU. Pelinggih itu berdiri di atas tanah yang awalnya setengah are, sekarang luasnya mencapai 17,8 are. Setelah didirikan pelinggih tersebut, jembatan yang dibangun Dinas PU itu bisa dikerjakan secara lancar.
Seiring dengan perjalanan waktu, Pura Geria Anyar Tanah Kilap mengalami renovasi tahun 1992. Awalnya hanya Padmasari kemudian dilengkapi sejumlah pelinggih lainnya. Di pura tersebut selain terdapat pelinggih gedong stana Ida Batara Ratu Niyang Sakti, juga pelinggih stana Danghyang Dwijendra atau Danghyang Nirarta atau Ida Pedanda Sakti Wawu Rawuh, pelinggih Ida Batara Gde Mecaling atau Ida Batara Ratu Gde Sakti Dalem Peed, pelinggih Ida Batara Segara, Melanting dan sebagainya. Setelah direnovasi, Pura tersebut dilengkapi administrasinya.
Sebagai pengemong pura adalah Banjar Gelogor Carik. Kedudukan Pura adalah Dang Kahyangan Geria Anyar Tanah Kilap, status tanah milik Pura Geria Anyar Tanah Kilap dengan luas keseluruhan 17,8 are. Dahulu, yang mapunia tanah Pura atas nama Wayan Cepog Suradnya, milik leluhurnya yang tercantum dalam pipil I Wayan Sarya. Sumber Balipost
Admin
Admin Terimakasih sudah mengunjungi situs kami. Jika terdapat kesalahan penulisan pada artikel atau link rusak dan masalah lainnya, mohon laporkan kepada Admin Web kami (Pastikan memberitahukan link Artikel yang dimaksud). Atau bagi anda yang ingin memberikan kritik dan saran silahkan kirimkan pesan melalui kontak form di halaman Contact Us